Berhenti di kamu...






Hingga pada saat terakhir pertengkaran itu, marahmu masih sangat jelas dalam merah rona wajahmu, dalam basah air mata di pipimu, dalam umpat dan caci tak layak itu, ah mungkin itu hanya perasaanku, mungkin sebenarnya itu sangat layak untuk aku dapatkan.

Semua perasaan kembali pada saat itu, saat aku tak pernah berfikir untuk mencari atau berhenti. Aku hanya ingat ketika sesak itu menjulur mengalir seolah mengunciku pada sebuah kanker ganas atau penyakit mematikan, Aku jatuh cinta.




Entah pada tulang rusuk siapa aku mencinta, sampai saat ini pun aku yakini bukan milikku lah tulang rusuk itu, aku hanya tersadar di setiap langkah dismpingnya ada hormat yang harus aku lakukan, ada senyum yang harus aku jaga. Tak mungkin tulang rusuk di ciptakan sebelum aku terlahir di dunia ini. Aku mencoba keluar, mencoba menghindar, Namun aku tak bisa, sampai suatu waktu aku tersadar, baginda Rossulullah menemukan tulang rusuknya telah berusia 40 tahun saat beliau baru berusia 25 tahun,

Aku tak lagi memikirkan tentang tulang rusuk itu, kita hanyalah 2 tetes air hina yang di pertemukan pencipta untuk bersama dalam setiap canda marah kecewa dan bahagia.

Dia bukan yang menuliskan cinta di setiap lembaran hidupnya, yang menjelma menjadi bait-bait puisi dalam catatan matematika, bukan yang pertama membuatku malu karena perasaan suka, bukan yang membuatku kaku diam di sudut sekolah saat hanya berhadap mata.

Dia bukan yang indah terlukis dalam kecantikan dan kesabaran dalam setia, yang membuatkan teh manis saat aku lelah berlari lapangan basket, yang membangunkanku saat aku tertidur dalam rindunya cinta, yang menatapku panuh cinta saat aku pulang.

Dia pun bukan yang hadir ketika kecewa dan sedihku begitu dalam, yang ku anggap baik dan membuatku merasa bersalah menyentuh cintanya, yang ku relakan waktuku berhenti saat mengejar sesuatu tak mungkin demi sebuah harapan.

Dia pun bukan yang aku kenal bukan dari cinta, yang ada di saat aku tak sendiri, yang keluarganya ramah dan sempat aku harapkan sesuatu darinya, yang aku tinggalkan lalu berubah menjadi audio lelaki yang membuatku bingung.

Dia adalah kamu, yang lebih lantang benrnyanyi setiap syair dari lagu yang aku suka, yang lebih cinta dari musik yang aku puja,
Dia adalah kamu, yang aku tuntun berlari mengejar yang kita sangat bangga,
Dia adalah power bank saat batre smartphoneku mulai lemah, dia adalah ban yang membuat mesin motorku bisa berguna, dia adalah dosa dan doa, dia adalah yang tak aku cari dan aku dapatkan, dia adalah kamu.

Pada akhirnya, disetiap masa lalu adalah jalanku untuknya, di setiap jejak adalah langkahku menujunya,
saat dia ragu adalah ketakutan terbesar dalam tulang dan perut buncitku.

Aku takan melangkah sejauh ini untuk tetap membuatnya ragu, mengambil keputusan bahkan di usiaku yang terbilang masih anak-anak.
Memngambil tanggung jawab besar bahkan melibihiku harus berbakti pada ibuku,
Melingkarkan cincin di jarinya.

Aku tak seperti yang dia pinta, itu benar. Tak selalu ada untuknya, jangankan untuk membahagiakannya, untuk tidak menyakitinya saja aku tak mampu, jangankan membuatnya terkesan, memasang photo berdua saja aku tak mau. Banyak yang tak aku bisa untuknya, namun aku cinta melebihi apa yang cpba ku sembunyikan.

Di setiap marah dan tuntutan yang tak aku penuhi darinya, ada rasa sesak di dada dan linangan air di sudut mataku. namun jika aku bisa bisikan sesuatu padanya, aku ingin katakan
"Ini bukan lagi tentang ragu, ini bukan lagi tentang tidak percaya, ini bukan lagi tentang menuntut hal kecil yang kau anggap biasa, aku mencitaimu dengan ini, dengan cincin di jarimu, bukan dengan poto berdua seperti mereka, bukan dengan romantis seperti para pencinta, tapi dengan lagu Sheila di tiap berjalan dan berhentinya kita. Aku mencintaimu lebih dari nafas dalam 1 menit. Kita harus saling percaya, aku akan diam dalam marahmu, karena aku tak mau ada lagi pertengkaran, percaya saja aku mencinaimu untuk membangun rumah tangga, bukan bualan belaian dunia maya semata. ini hubungan kita, biar kita yang tahu segalanya, jangan lagi kau ragu dengan apapun, karena aku sudah berhenti, Berhenti di kamu untuk berbagi sampai nanti"

Iya, aku tak bisa mengungkapkan semua itu padanya, tapi aku selalu menjaga cintaku untuknya, seperti cincin yang melingkari jari manis tanpa sela.

sumber


Comments

Popular posts from this blog

Aku Mencintaimu, itu yang aku tahu